Hadiri Mubes Er Ronsumbre di Biak, Yunus Wonda Pesan “Stop Beri Gelar Adat kepada pihak manapun”

SAIRERINEWS.COM – Maraknya pemberian gelar adat, pengangkatan anak atau marga bahkan penetapan warga kehormatan kepada tamu yang datang ke Papua, baik yang diberikan secara perseorangan atapun mengatasnamakan kelompok masyarakat adat di Papua, mendapat perhatian serius dari Wakil Ketua I DPR Papua.

“Saya salah satu orang yang sering kali tidak setuju dengan pemberian gelar anak adat atau penobatan anak adat untuk orang lain atau tamu yang datang ke Papua. Ketika ada tamu datang ke Papua, dia tidak tahu sejarah adat, tapi dia dikasih mahkota adat dan dikasih piring adat atau diangkat anak adat. Untuk itu saya minta dengan tegas kepada masyarakat adat untuk tidak memberikan gelar adat atau mengangkat anak adat secara sembarangan,” Tegas Wakil Ketua I DPRP Dr.Yunus Wonda,SH.,MH ketika memberi sambutan dalam acara Musyawarah Besar Pertama Er Ronsumbre di Lapangan Ambroben, Biak Numfor, Kamis, 7 September 2023.

Dikatakan Wonda bahwa pemberian gelar adat atau penobatan adat kepada sembarang orang itu, sama saja melecehkan harga diri masyarakat adat itu sendiri,“Kita sedang melecehkan harga diri kita sendiri dengan itu dan kita memberikan kekuasan kepada orang lain hari ini, apalagi menobatkan dia sebagai marga atau anak adat, itu sudah tidak benar sama sekali,” Ujarnya

Sebab menurut Politisi Partai Demokrat Papua ini, bahwa dengan menobatkan orang lain dengan marga tertentu, sama saja itu sudah menginjak-injak tatanan adat sendiri, hanya karena kepentingan-kepentingan politik yang tidak jelas.

Sorry, there are no polls available at the moment.

Untuk itu kata Wonda, pada kesempatan ini mari kita memberikan masukan agar menjadi rekomendasi dalam Musyawarah Besar E Ronsumbre di Tanah Papua agar masyarakat adat berhenti memberiakn mahkota adat atau mengangkat anak adat kepada sembarangan orang, sekalipun itu diberikan kepada orang asli Papua.

“Biarkan tatanan adat itu ada pada adat itu sendiri. Contoh meski saya sudah lama tinggal di Sentani, saya tidak bisa menerima gelar adat dari masyarakat adat Sentani, itu tidak bisa. Tidak boleh menjual marga adat sendiri, itu tidak boleh karena saya bagian dari kalian, tanpa pemberian marga atau penobatan itu, tidak akan mengurangi apa-apa, karena tatanan adat ini juga saya harus jaga,”Ungkapnya.

Politisi Partai Demokrat ini mengaku sangat sedih ketika melihat ada orang diberi mahkota adat atau dinobatkan sebagai anak adat.

“Melihat itu, saya sedih sekali. Karena terlalu murah untuk kita memberikan mahkota adat, memberi marga dan menobatkan sebagai anak adat, apakah ketika kita kesana kita diberi marga? Tidak ada itu. Sebab, dengan pemberian marga atau pengangkatan anak adat itu, lama-lama kita tidak sadar semua kekuasaan adat itu kita berikan kepada orang lain, sehingga suatu saat mereka bisa mengklaim mewakili adat dan itu bisa terjadi, sehingga ia bisa menjual tanah adat. Itu jangan sampai terjadi,” tegasnya.

CALON BUPATI WAROPEN

View Results

Loading ... Loading ...

Wakil Ketua I DPR Papua Yunus Wonda mengapresiasi langkah Er Ronsumbre menggelar Musyawarah Besar Pertama ini sebagai langkah konsolidasi bagi masyarakat adat.

“Saya merasa bangga selama sekian tahun di DPR Papua, hari ini bisa menghadiri acara yang luar biasa dan sulit kami temukan acara – acara seperti ini. Sebab, hari ini generasi Papua hampir lupa sejarah mereka sendiri, bahkan bahasa pun mereka sudah ada yang lupa. Saya sendiri belajar Bahasa Ibu atau Bahasa Dani itu tahun 2001 – 2002, saya sendiri belum mengerti bahasa daerah, saya hanya bisa dengar, tapi saya tidak bisa bicara, karena dari kecil sudah tinggal di Sentani,” ujarnya.

Untuk itu, ditambahkan Wonda, pihaknya engajak agar membawa kembali generasi muda Papua untuk mengerti adat dan budaya daerahnya masing-masing, apalagi ditengah tantangan pada era modern dan digital. contohnya tatanan adat pada masyarakat adat di Sentani, Kabupaten Jayapura yang hingga kini terjaga dengan baik, seperti untuk menjadi ondoafi atau kepala suku tidak bisa di luar dari mereka.

“Itu tatanan adat yang luar biasa terjaga dengan baik. Terus terang kami di gunung sudah mulai tidak ada. Kepala suku itu sembarang orang bisa jadi, karena kekuatan politik mengalahkan kekuatan adat,” Pungkasnya. (*)

Humas DPR Papua

error: Konten dilindungi !!!