SAIRERINEWS.COM – Tonggak baru demokrasi tanah Papua hari ini diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, babak baru pesta demokrasi Papua kini menjadi perhatian seantero tanah Papua.
Sebagaimana telah kita ketahui, putusan MK menggurkan hasil putusan KPU Provinsi Papua yang menetapkan pasangan nomor urut 01, Dr. Benhur Tommy Mano, S.IP, MM dan Yeremias Bisay, SH sebagai pemenang pilkada Papua tahun 2024.
MK telah memutuskan membatalkan keputusan KPU nomor 180 tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon Benhur Tommy Mano-Yeremias Bisay dan Pasanagan Matius Derek Fakiri-Aryoko Rumaropen sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua 2025-2030.
Putusan MK tersebut lahir dari PHPU nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang diajukan oleh pasangan nomor urut 02 Matius Derek Fakiri – Aryoko Rumaropen kepada KPU Provinsi Papua.
MK kemudian mengabulkan untuk sebagian apa yang menjadi petitum dalam PHPU yang diajukan oleh paslon nomor 02, hal ini menjadi babak baru pelaksanaan pesta demokrasi di Papua, dimana putusan MK tersebut menggurkan calon wakil gubernur Papua Yeremias Bisai, SH dan memberikan kewenangan kepada partai politik pengusung pasangan BTM yakni PDIP untuk dapat mengganti wakilnya dan dilaksanakan PSU untuk seluruhnya di Provinsi Papua terhitung 180 hari semenjak dibacakan.
Hal tersebut mendapat perhatian dari LIRA Papua melalui sekretaris wilayah Yohanes Wanane menyatakan provinsi Papua menjadi korban terhadap putusan MK.
“Provinsi menjadi korban, dimana pembangunan akan kembali berjalan dibawah pimpinan seorang Penjabat Gubernur yang memiliki kewenangan terbatas” ujar Wanane.
Menurutnya, hal ini menjadi catatan buruk demokrasi di Papua yang dilakukan oleh KPU Provinsi Papua.
“Lira Provinsi Papua meminta KPU RI berdasarkan putusan MKi untuk segera memberhentikan KPU Papua yang dengan secara sengaja dan terang benderang melakukan pembohongan publik yang mengakibatkan kegaduhan politik dan sosial. Kami Lira Papua mengatakan pembohongan publik karena dalam persidangan baik yang terjadi di MK dan juga yang terjadi di DKPP, KPU Papua memberikan jawabannya yang bertele-tele dan tidak sama, serta keputusan MK ini menjadi bukti dari alasan kami meminta diberhentikan” tegas sekretaris Lira.
Lebih lanjut Wanane mengatakan bahwa inilah kerja komisioner KPU Papua yang tidak lahir dari proses yang benar.
180 hari saja yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi, oleh sebab itu KPU RI harus memberhentikan KPU Provinsi Papua dan mengambil alih tahapan agar proses PSU dapat berjalan secara baik dan benar sebagaimana arahan peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia, tegas Wanane lagi.
Pria berambut gimbal ini juga meminta KPU Provinsi Papua diproses secara hukum, baik pidana maupun perdata oleh pasangan yang merasa dirugikan akibat ulah KPU Provinsi Papua.