MRP Harus Fokus pada Aspirasi Politik OAP, Agar Jakarta Tidak Setengah Hati ke Papua

Benyamin Wayangkau

Opini
Benyamin Wayangkau

Hiruk pikuk politik dalam sebulan ini di Tanah Papua begitu hangat, pasca Pemilu Legislatif dan kini hendak memasuki pemilihan kepala daerah seluruh Indonesia, termasuk di Papua.

MENJELANG PILKADA 27 NOVEMBER 2024

Merespon pemberitaan media tertanggal 12 Maret Tahun 2024 melalui media (Detik Pemilu) maka saya ingin menyampaikan bahwa ini cerita panjang dan kelanjutan dari apa yang sudah ada dan belum terealisasi sehingga harus direalisasikan.

Ada pekerjaan rumah yang masih tertunda, bahwa peristiwa bernuansa politik yang terjadi pada bulan Maret Tahun 2024 di Kota Sorong Papua Barat, dimana telah berkumpul semua anggota lembaga negara yang bernama Majelis Rakyat Papua ( MRP ) dari Papua dan Papua Barat serta beberapa Propinsi DOB lainnya, melaksanakan Rapat Kerja dan menghasilkan sembilan keputusan penting terkait Orang Asli Papua.

Ada hal yang di pandang penting dan Urgen untuk disikapi dalam konstalasi dinamika Pemilu di Tahun 2024 yang tinggal dua bulan lagi , sehingga dalam kerangka itulah MRP melakukan fungsinya dari aspek Adat atau Culture guna memberikan proteksi terhadap OAP dalam ruang – ruang Jabatan Publik atau pun jabatan Politik pada Tatanan Pemerintahan.

Saya melihat bahwa ini langka politik yang positif dan rasional dilakukan secara kelembagaan yang kemudian di tindak lanjuti hasil pertemuan tersebut dengan upaya bertemu Presiden Republik Indonesia sebagai Panglima Tertinggi Negara ini untuk memberikan sebuah policy bagi Perlindungan politik Culture bagi OAP dalam semangat Negara Kesatuan.

Maka Presiden wajib menjawab aspirasi OAP lewat Lembaga Culture ini dengan memberikan PERPRES atau KEPRES guna menjawab situasional Papua dalam waktu yang singkat ini.

Saya selaku salah satu tokoh muda Papua dari tiga orang yang pada waktu tahun 2016 melakukan Uji Materi ( Judicial Review) terhadap Undang – Undang Otonomi Khusus Tahun 2001 pada Pasal 12 terkait Bupati Walikota harus Orang Asli Papua, kemudian di tolak Mahkama Konstitusi RI, namun saya merasa dan memandang penting hal ini dilakukan, walau memang masih ada celah hukum yang menjadi Yurisprudensi.

Dari Keputusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Kami Nomor 34/PUU-XIV/2016,
PERPRES dan atau KEPRES ini Penting sebab bersifat Regeling dan Beschikking, serta Lex Generalis Derogat legi Specialis, urgen atas sebuah proses yang panjang dari cerita Pemberian Otonomi Khusus dari Payung Hukum UU nomor 21 tahun 2001 serta Perubahan kedua dengan Nomor 2 Tahun 2021 dari UU tersebut dimaksud.

Jadi ada sebuah historical di situ, terkesan Penerapan Hukum dan pemberlakuannya terhadap Masyarakat Asli Papua masih setengah hati dari Jakarta.

Kasih sepotong dulu, nanti minta atau ribut lagi baru kasih lagi, pembuat Undang – undang ini juga kadang berfikir sepotong sepotong atau situasional Politik, sehingga sampai hari ini, Orang Papua sendiri tidak tau mana yang khusus dari Pemberian Otonomi itu.

Yang terakhir bahwa urugensi hari ini adalah stabilitas keamanan menjelang Pemilu serta frasa percaya Orang Papua pada Bangsa Indonesia ini, sebab menjaga keutuhan rumah besar ini juga menjadi tanggungjawab kami Semua untuk itu perlu di dengar aduan atau teriakan dari ufuk timur ini. (*)

 

error: Konten dilindungi !!!