Demo ke DPRD Yapen, Pemilik Tanah Bandara Kamanap Minta Pemda Tinjau Kembali SKB 52 Tahun 2002

SAIRERINEWS.COM – Perwakilan Marga Rumbewas, Marga Korwa dan Marga Songgini menggelar aksi demonstrasi atau penyampaian aspirasi sebagai masyarakat pemilik Ulayat Bandara Stevanus Rumbewas, kabupaten Kepulauan Yapen, Rabu, 13/9/2023 di halaman kantor DPRD Jalan Irian Serui.

Warga Kamanap dan 3 marga pemilik Ulayat Bandara ini menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) Bupati kabupaten Kepulauan Yapen Waropen dan DPRD Yapen Waropen No. 52 Tahun 2002 tentang ganti rugi tanah adat yang waktu itu harga per meter persegi 15 ribu rupiah, harus ditinjau kembali.

MENJELANG PILKADA 27 NOVEMBER 2024

Dimana SKB ini merut warga setempat telah menyandra hak petani lokal dan merugikan rakyat. Hal ini adalah bentuk ketidak puasan masyarakat terhadap penyelesaian masalah tanah adat yang telah dibangun Bandar Udara Stevanus Rumbewas.

Perwakilan Keluarga Pemilik Ulayat adat Dalam keterangan nya menjelaskan bahwa ada 91 hektar tanah yang diserahkan oleh masyarakat pemilik Ulayat namun setelah dilakukan pengukuran ulang ditemukan ada 1.000.172 meter persegi tanah yang dipakai sebagai lokasi bandara Stevanus Rumbewas. Hal ini yang menyebabkan masyarakat merasa perlu mendorong agar segera diselesaikan dan di proses dengan baik.

Aspirasi ini di serahkan langsung oleh Karel Rumbewas mewakili Masyarakat Adat di Kampung Kamanap atau 3 marga pemilik Ulayat, kepada DPRD yang diterima langsung oleh Wakil Ketua 1 DPRD Kepulauan Yapen, Jasten Simanjuntak.

Wakil Ketua 1 DPRD, mengatakan sebagai anggota DPRD atau wakil rakyat akan menindaklanjuti aspirasi sesuai dengan mekanisme yang ada dan akan disampaikan kepada penjabat Bupati Kepulauan Yapen. DPRD Kepulauan Yapen juga akan melakukan audiens bersama warga pemilik Ulayat, pihak Perhubungan Udara selaku operator pengelola Bandara, serta pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen.

Sementara itu ditambahkan Wakil Ketua II DPRD Fridolin Warkawani bahwa terkait tuntutan pendemo untuk meninjau SKB No 52 tahun 2002 ini, maka pemerintah daerah dapat mengkaji sejumlah reverensi lebih mendalam sehingga tak ada undang undang yang dilewatkan namun jika Pemilik Ulayat merasa tak puas, maka dapat menggugat ke pengadilan sehingga ada satu putusan pengadilan, ujarnya. (*)

Andre Woria
Editor : MI

error: Konten dilindungi !!!