SAIRERINEWS.COM – Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Relawan TIK) Provinsi Papua memberikan apresiasi kepada Penjabat Bupati Kepulauan Yapen dan Kejaksaan Negeri Serui yang nama memberikan edukasi Hukum yang baik dengan menempuh jalur Restorative Justice kepada pelaku yang dikenakan Undang-Undang ITE.
Relawan TIK yang adalah organisasi nasional dibawah dirjen Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, tersebar di seluruh pelosok Indonesia memfokuskan kerja-kerja relawan dalam edukasi TIK dan literasi Digital, cukup tergugah dengan langkah Restorative Justice (RJ) yang terjadi di kabupaten kepulauan Yapen, sebagaimana indahkan Kejaksaan Agung.
Mark Imbiri, senior Relawan TIK Papua menuturkan bahwa langkah kejaksaan negeri Serui untuk Restorative Justice adalah langkah yang tepat dan jarang terjadi pada kasus-kasus hukum, apalagi pada kasus yang dijerat UU ITE. Padahal Kejaksaan Agung telah mengindahkan langkah Restorative Justice.
“Selaku Relawan TIK di Tanah Papua, saya sudah beberapa kali mendampingi proses-proses advokasi korban dan pelaku yang umbar kritik tak terkontrol di ruang-ruang publik, tapi juga korban-korban seksual digital, penipuan online dan lain sebagainya. Selama 14 tahun menjadi Relawan TIK, rata-rata semua berakhir di persidangan dan dipenjarakan. Ada juga yang berakhir secara kekeluargaan secara adat saat laporan belum P21 di tingkat Polisi. Namun kali ini, apresiasi luar biasa kepada Kejaksaan Negeri Serui dan Penjabat Bupati kabupaten Kepulauan Yapen yang mana mau membuka ruang Restorative Justice dan berakhir saling maaf memaafkan, ini luar biasa” tutur Imbiri.
Imbiri juga menyampaikan bahwa Restorative Justice adalah ruang konsultasi antara pelaku dan korban serta pihak-pihak terkait lainnya bersama Kejaksaan untuk mediasi perdamaian, biasanya Restorative Justice ini digunakan untuk kasus-kasus yang menimpah perempuan dan anak, kasus lalu lintas ringan dan juga Tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE).
“Di Papua rata-rata dalam pengamatan kami Relawan TIK, banyak kasus yang harusnya dapat Restorative Justice (RJ) tapi jarang terjadi. Banyak perempuan dan anak yang harusnya dapat difasilitasi melalui Restorative Justice tapi banyak juga yang langsung menuju sidang vonis pengadilan dan masuk penjara” ujar Mark Imbiri kepada media ini, Rabu (16/8/2023).
Mark menambahkan “Saya juga sering lakukan kritik-kritik sosial kepada pemerintah, baik pemerintah daerah, provinsi, pusat dan organ lainnya dalam ruang-ruang digital. Cukup banyak juga yang menuding saya dengan kecaman-kecaman, namun saya selalu klarifikasi dan memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang saya kritisi bahwa kritikan saya untuk sebuah perubahan yang di idamkan bersama” pungkasnya.
“Kritik tidak berarti membenci, tapi perlu kita melihat ruang sosial media mana yang masuk rana privat dan umum. Kalau Facebook, Twitter, Instagram sudah tentu adalah ruang umum, sehingga perlu menjaga narasi bahasa dalam menyampaikan aspirasi. Kalau WhatsApp Grup, Telegram Grup bersama admin grup adalah ruang privat, itu yang perlu di pahami ! sehingga jika ada komentar kritik yang dibahas dalam rana private dan disebarkan hingga berpotensi kontra, maka yang sebarkanlah yang terjerat. Hal-hal inilah yang harus di pahami oleh masyarakat sebagaimana tertuang dalam 26 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang ITE” pungkas Imbiri lagi.
Ketua Relawan TIK Provinsi Papua, Alldo F. Mooy,S.I.Kom saat dihubungi di via Telpon ke Jayapura menyampaikan hal yang senada.
Alldo menyampaikan sekilas tentang kasus yang terjadi di Serui, Relawan TIK Papua menyampaikan bahwa langkah Restorative Justice yang diambil oleh Kejaksaan Negeri Serui adalah langkah yang tepat. Pasalnya jika laporan kasus terjadi dalam grup Facebook maka bisa jadi info tersebut adalah private karena Grup itu ada adminnya yang harus menyetujui atau saring setiap postingan. Jika di urutkan, maka bisa masuk dalam private dan admin grup harus terlibat dalam proses – proses hukum ini sebagai saksi atau unsur lainnya, namun informasi yang Relawan TIK dapati adalah YS telah ditetapkan sebagai tersangka kasus Pencemaran nama baik.
“Kejadian di Serui ini perlu dijadikan bahan belajar bagi masyarakat dalam bersosial media dan media sosial, itu hal yang dapat berbeda dalam sudut pandang demokrasi berpendapat dan undang-undang ITE. Sehingga apa yang diberitakan bahwa Kejaksaan Negeri Serui bersama PJ Bupati melakukan Restorative Justice adalah hal yang cukup baik dan kami sangat apresiasi” ujar Ketua Relawan TIK Papua yang kerap mendapat apresiasi dari Kemkominfo RI dan Kepolisan dalam memerangi Hoaks dan Literasi Digital di Tanah Papua.
“Segenap Relawan TIK Papua menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pj Bupati Kepulauan Yapen, Cyfrianus Yustus Mambay,S.Pd, M.Si yang mana punya hati kepada sesama anak Papua untuk memaafkan saudara YS dan juga terimakasih tak terhingga juga kepada Kejaksaan Negeri Serui yang mana telah memediasi jalannya Restorative Justice” ucap Alldo.
“Ini langkah yang baik, semoga Kejaksaan Agung kabulkan agar pelaku YS dapat dibebaskan atau juga Hakim Pengadilan Serui dapat memvonis bebas YS sesuai dengan hasil Restorative Justice yang mana Pj. Bupati telah memafkan pelaku YS, agar penegakan hukum terus dipercaya oleh masyarakat Indonesia, khususnya kabupaten kepulauan Yapen” tutup Alldo, mengakiri wawancara.
Sementara itu, dalam rilis pemberitaan Pj Bupati Cyfrianus Mambay menuturkan bahwa kedatangannya ke kantor Kejaksaan Negeri, Selasa (15/8/2023) terkait kasus tindak pidana umum yang dilakukan pelaku YS beberapa waktu lalu terhadap dirinya yang membuat pelaku sempat di tahan.
Dirinya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kejaksaan Agung yang telah membuat kebijakan Restorative Justice terhadap kasus ini sehingga dengan difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Yapen dapat melakukan perdamaian.
“Saya menyampaikan terimakasih Kepada Kejaksaan Agung bersama Kejaksaan Negeri Serui Yapen, dan saya meminta maaf kepada keluarga tersangka terhadap situasi yang dialami saat ini” ucap Pj Bupati Mambay.
Pj Bupati Mambay berharap kasus ini dapat dijadikan sebuah proses pembelajaran kepada publik agar dalam menyampaikan aspirasi, Pendapat didepan umum baik secara lisan maupun tulisan apalagi di sosial media harus dikontrol karena kita dibatasi dengan Undang-undang ITE.
“Kita harus waspada antara kecerdasan berpikir kita dengan jari-jari kita dalam bermain di media, karena ini penting harus diwaspadai, Kita harus bisa membedakan mana yang kita mengkritisi tanpa ada ujaran kebencian atau mana yang memberikan saran atau kritik” ungkapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Yapen, Hendry Marulitua mengatakan proses perdamaian antara Penjabat Bupati Cyfrianus Yustus Mambay dan YS setelah mendengar langsung pengakuan dari korban untuk memaafkan tersangka.
“Sesuai ketentuan dari Kejaksaan Agung untuk dapat dilakukan RJ adalah adanya perdamaian dan pelaku belum pernah melakukan tindak pidana” terangnya.
“Ini ada beberapa proses yang akan kita lakukan, semoga ini disetujui oleh Kejaksaan Agung” imbuhnya.
“Terima kasih kepada semua yang telah ikut dalam proses ini, ini adalah proses yang harus kita tempuh karena ini adalah penghentian penuntutan, kami akan ekpose ke Jaksa Agung tindak pidana umum, semoga bisa disetujui dan YS bisa lepas, tidak mengikuti proses peradilan” pungkasnya.
Dia berharap kasus ini dapat dijadikan contoh bagi masyarakat Kepulauan Yapen bahwa penegakkan hukum harus dijalankan namun diharapkan dapat diselesaikan diluar pengadilan dengan beberapa syarat. (*)