SAIRERINEWS.COM – Victor Yeimo, juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap aparat keamanan di Tanah Hitam, Abepura, kota Jayapura, pada tanggal 9 Mei 2021.
Sebelumnya, ia dituduh melakukan tindak pidana makar atas dasar orasi dan partisipasinya dalam aksi demo damai anti-rasisme di kota Jayapura, 19 Agustus 2019.
“Rasisme itu kejahatan kemanusiaan luar biasa yang hingga kini masih menjadi musuh bersama di seluruh dunia. Rasisme itu kejahatan kemanusiaan. Kejahatan luar biasa. Extra ordinary-crimes. Saya butuh dukungan semua orang yang melawan rasisme harus mendukung sidang ini,” ujarnya.
Victor menyampaikan hal itu usai menghadiri sidang lanjutan dengan agendapem bacaan eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Selasa (17/1/2023) siang di Pengadilan Jayapura.
“Kita perangi rasisme bersama-sama. Tidak boleh ada rasis di Papua. Tidak boleh ada
rasis di seluruh dunia,” tegas Yeimo.
Aktivis sekaligus Juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo kini mendekam di penjara sebagai pesakitan.
Ia dikabarkan dalam kondisi kritis, menderita TBC MDRdan diduga tak mendapat perawatan. Direktur LBH Papua Emmanuel Gobay menyebut Vitor diketahui menderita penyakit TBC MDR.
Menurut medis yang memeriksa mengatakan, Victor harus mendapat perawatan intensif selama 6 bulan. Victor harus menghabiskan 8 butir obat dan dua kali suntikan obat setiap hari selama 6 bulan.
LBH Papua bersama 30 organisasi masyarakat sipil lain mendesak kepolisian untuk membebaskan Victor. Veronica Koman dan organisasi hak asasi manusia (HAM) TAPOL bahkan melaporkan penangkapan itu ke Dewan HAM PBB.
Human Rights Watch (HRW) meminta kepolisian Indonesia mencabut tuduhan makar bermotif politik terhadap Victor. HRW menyebut pemerintah Indonesia telah melakukan diskriminasi penduduk asli Melanesia di Papua dan Papua Barat secara berturut-turut.
Presiden Joko Widodo pun diminta secara terbuka mengarahkan pasukan keamanan yang terlibat dalam operasi di Papua agar bertindak sesuai dengan hukum internasional dan bertanggung jawab atas tindak kekerasan di sana.
“Polisi Indonesia harus menyelidiki kekerasan mematikan dan serangan pembakaran di Papua pada 2019 tetapi tidak menggunakannya sebagai alasan untuk menindak aktivis damai,” kata Direktur HRW Asia, Brad Adams, dikutip dari situs resmi HRW. (*)
Mark