SERUI – Cerita Rakyat “Tobuawen dan Nuntian”

Pada zaman dahulu di suatu pulau yang terletak diantara Yapen dan Biak yaitu pulau Monsindi Aiwai.

Di pulau ini, hiduplah seorang nenek bernama Tobuawen. Nenek mempunyai kedua anak, yaitu Rawite dan Rambino. Mereka hidup di tengah- tengah pulau bersama penduduk Monsindi Aiwai.

Nenek Tobuawen mempunyai tanaman yaitu sayur gedi, namun penduduk Monsindi Aiwai selalu mengambil sayur gedi milik sang nenek, lama- kelamaan nenek Tobuawen pergi mau mengambil sayurnya sudah habis.

Nene Tobuawen bertanya-tanya siapa yang mengambil sayurnya, tapi penduduk Monsindi Aiwai tidak menjawab pertanyaan nenek tersebut.

Nene Tobuawen sangat marah dan dia menyimpan amarahnya, dia berjalan ke tempat (kebun) dimana dia menanam sayur gedi ini tersebut. Dia melihat satu pohon gedi yang tersisah, lalu nenek ini mencabut sayur gedi  itu dan membawanya ke sebuah lubang yang disebut lobang keramat.

Lubang itu berwarna merah darah dan Nene Tobuawen mulai masukan sayur gedi yang dicabut dari batang sampai  akarnya semua ke dalam lobang keramat itu, lalu Nene Tobuawen pulang ke rumahnya.

Akibatnya pada malam hari, sekitar jam tiga subuh peristiwa itu terjadi, yaitu gempa bumi dalam  bahasa Onate yaitu Munggi. Gempa ini mulai mencabut rumah dari Nene Tobuawen dan gempa ini mengantar kedua adik kaka Rawite dan Rambino (anak Nene Tobuawen) ke atas gunung pada malam hari itu, gunung yang bernama Konsaitunai atau disebut Nuntian Wani.

Nuntian (moyang yang hidup di gunung Konsaitunai) pagi harinya, terbangun dari tidur terkejutlah moyang Nuntian, karena ada sebuah rumah yang tersangkut di sebuah pohon tinggi, dalam bahasa pohon tersebut bernama pohon Mandirijate.

Moyang Nuntian membuat tangga-tangga untuk naik keatas pohon. Moyang Nuntianitu naik dengan tangga sampai diatas pohon, dalam rumah yang tersangkut diatas pohon itu ada adik, kaka yaitu Rawite dan Rambino (anak Nene Tobuawen).

Rawite dan Rambino (anak Nene Tobuawen) sangat takut melihat Moyang Nuntian, namun moyang Nuntian berkata “Jangan Takut” kepada kaka dan adik ini.

Lalu moyang Nuntian mengambil mereka turun dari pohon. Ketika itu mereka saling salam-salaman dan memperkenalkan satu sama yang lain, yaitu keluarga besar Nuntian kepada Kedua moyang Tobuawen.

Pertama moyang Nuntian yang memperkenalkan dirinya kepada kedua anak Tobuawen, nama saya adalah Raruramena Nuntian, kemudian anak Tobuawen juga memperkenalkan diri mereka, saya adalah dari moyang Tobuawen nama saya adalah Rawite dan ini adalah adik saya yaitu Rambino.

Ketika itu mereka Raruamena bertanya kepada Rawite dengan Rambino saudara dari mana? Mereka menjawab dan menceritakan bahwa kita ini tinggal di suatu pulau yang  bernamanya Monsindi Aiwai, pulau yang jauh disana terletak di tengah-tengah Yapen dan Biak tetapi gempa ini mencabut rumah kami serta seisinya dan kami kaget kalau kami ada diatas gunung Konsaitunai ( Nuntian wani ) kita tersangkut di atas pohon Mandirijate.

Ketika Raruamena mendengar  semua cerita dari Rawite dan Rambino , lalu Raruamena sampaikan kepada Rawite dan Rambino berarti saya memanggil kamu dua  sebagai Saudara atau adik saya, mari kita harus hidup rukun dan selalu mengasih satu sama lain, jangan ada pertengkaran dari saudara-saudara lain.

 

Sumber Cerita adalah seorang Ibu (Usia 79 Tahun) yang tidak bersedia untuk mencantumkan namanya, karena bagi Ibu (Narasumber ini) ini adalah sebuah cerita Rakyat yang perlu dilestarikan.

error: Konten dilindungi !!!