Budaya  

Struktur Sosial Orang Waropen (Jhonzsua Robert Mansoben)

SAIRERINEWS BERBAGI
(Edisi 1)

Orang Waropen membagi masyarakatnya dalam dua bagian. Pembagian itu didasarkan atas unsur-unsur alam yaitu re atau darat dan rau atau laut. Selanjutnya darat disamakan dengan atas karena merupakan tempat berhulunya suatu sungai sedangkan
laut di samakan dengan bawah, tempat bermuaranya sungai.

Oleh karena itu muara sungai disamakan juga dengan kepala dan hulu sungai disamakan dengan ekor. Dengan demikian terdapat pertentangan darat-laut, atas-bawah dan kepala-ekor. ‘Laut’, ‘bawah’, ‘kepala’ diasosiasikan dengan laki-laki, sedangkan ‘darat’, ‘atas’, ‘ekor’ diasosiasikan dengan perempuan.

Menurut Held (1947:44), pembagian darat lawan laut itu bukan saja merupakan
pencerminan dari alam tempat mereka hidup, tetapi juga karena di laut kaum laki-laki melakukan kegiatan menangkap ikan dan di darat kaum perempuan melakukan
kegiatan meramu sagu.

Bagi orang Waropen, laut dan darat saling mengisi, seperti halnya suatu hidangan menjadi lengkap bila terdiri dari sagu (darat) dan ikan (laut). Selain pembagian tersebut merupakan metafor dari pembagian kerja antara kaum laki-laki dengan kaum wanita, juga pembagian tersebut digunakan sebagai acuan tempat atau lokasi tertentu dalam suatu pemukiman.

Kecuali dua aspek tersebut aspek lain yang sangat penting dalam pembagian itu adalah sebagai pembeda status antar pasangan klen-klen dalam suatu pemukiman. Aspek terakhir ini nampak nyata dalam pembagian klen-klen (da) dalam suatu kampung menjadi sejumlah pasangan klen dan tiap pasangan terdiri dari satu klen atas atau klen ekor dengan status klen adik dan satu klen bawah atau klen kepala dengan status klen kakak.

Sebagai contoh adalah pasangan-pasangan klen di kampung Nubuai yaitu klen Sawaki (klen kepala/kakak) dengan klen Apeinawa (klen ekor/adik) dan klen Nuwuri (klen kepala/kakak) dengan klen Pedei (klen ekor/adik).

Pembagian ini menyebabkan adanya hubungan rivalitas. Klen bawah atau klen kepala dalam hubungan itu menduduki tempat yang terhormat dibandingkan dengan klen atas (klen ekor). Hal itu dinyatakan dalam pembagian budak yang ditangkap dalam suatu ekspedisi perang atau penangkapan budak.

Sistem pembagiannya adalah klen kepala mendapat separuh tambah satu jika angka jumlah budak yang ditangkap ganjil. Seandainya budak yang ditangkap hanya satu saja maka klen kepala yang berwenang untuk memiliki budak tersebut (Held 1947:49).

Mosaba adalah seorang wanita dengan status bangsawan.
Tampak dalam foto Seorang Mosaba dengan manik-manik berharga ini adalah dokumentasi Dr. Gerrit Jan Held seorang antropolog budaya Belanda yg mengumpulkan data penelitian di Nubuai yang kemudian tersapu banjir pada tahun 1950 bersumber dalam buku PAPOEA’S VAN WAROPEN terbitan leiden 194

Menurut keterangan yang diperoleh Held (1947:49,209), pasangan-pasangan klen
yang bersaing itu pada mulanya merupakan satu kesatuan, akan tetapi pada suatu ketika pecah menjadi dua.

Hal itu disebabkan oleh tindakan isteri saudara tertua dari cabang klen tertentu yang tidak bersedia untuk menyambut suami bersama anak buahnya (prajuritnya) yang baru kembali dari suatu ekspedisi penangkapan budak dalam suatu pesta meriah di rumahnya, melainkan menyuruh mereka ke ramah adik suaminya. Sejak itu klen pecah menjadi dua bagian, yang berhubungan sebagai klen kakak dan klen adik.

Kesatuan sosial terbesar yang dikenal Orang Waropen disebut nu atau kampung.
Nu merapakan suatu kompleks perkampungan yang pada waktu lalu berlokasi di tepi sungai atau kali tertentu. Masing-masing nu itu dibentuk oleh satu atau lebih kelompok-kelompok kekerabatan yang dinamakan da atau klen.

Suatu da merupakan kelompok lokal yang tidak eksogam dan dibentuk oleh sejumlah ruma-nasan (disebut juga ruma), atau klen kecil. Contohnya ialah da Imbiri yang dibentuk oleh klen-klen kecil (ruma) Maisori, Bunei, Marani, Korisano dan Imbiri.
Sifat ruma tidak permanen karena di satu pihak selalu pecah dan masing-masing bagian dari pecahan itu dapat berdiri dengan nama sendiri-sendiri dan pada pihak yang lain terjadi penggabungan dua ruma menjadi satu ruma.

Adapun penggabungan atau pemecahan ruma itu disebabkan oleh banyak faktor. Faktor umum yang biasanya menyebabkan perpecahan itu adalah oleh karena perselisihan antar warga klen seperti contoh-contoh berikut: Ruma Mamurani memisahkan diri dari ruma Rumaniowi karena seorang warga dari Rumaniowi dibunuh oleh iparnya; ruma Mainei memisahkan diri dari ruma Tanatirewo karena bertengkar tentang seorang budak dan ruma Sasarai memisahkan diri dari ruma Woisiri setelah bertengkar tentang kain yang sobek
(Held 1947:56).

Kelompok kekerabatan yang disebut ruma adalah sangat penting sebab segala aktivitas ekonomi ataupun kegiatan lainnya yang menyangkut secara langsung kepentingan hidup sehari-hari seorang individu terdapat di sini.

Dalam kaitannya dengan matapencaharian hidup, tiap kesatuan ruma mempunyai
hak untuk mencari dan meramu hasil-hasil hutan dan sagu yang terdapat pada bagian tertentu di aro atau dusun sagu (hutan sagu) yang dikuasai oleh da-nya.

Bagian lahan dari dusun sagu yang menjadi milik suatu ruma disebut ana nunggino. Di dalam lahan inilah warga ruma bebas untuk mencari/meramu sagu, tidak pada lahan
milik ruma lain. Tiap ruma dikepalai oleh sejumlah ‘orang tua’, disebut manobawa
yang berarti besar atau laki-laki tua. Tidak ada gelar khusus untuk kepala ruma ini, tetapi orang Waropen menegaskan kepemimpinan ruma ini dengan kata onea yang berarti yang memberi perintah (Held 1947:55).

Kelompok kekerabatan yang disebut ruma itu, mengusut garis keturunan melalui
pihak ayah (patrilineal), bersifat eksogam dan patrilokal. Sebaliknya kelompok kekerabatan da bersifat endogam.

Dengan demikian perkawinan antara anggota dari klen-klen kecil yang berasal dari satu klen besar dapat terjadi. Perkawinan yang menjadi preferensi adalah perkawinan antara ego (laki-laki) dengan anak perempuan saudara laki-laki ibu (cross-cousin marriage), disebut firumi.

Sistem Politik di Irian Jaya (1995)

Mark Imbiri – Sairerinews

error: Content is protected !!